Kesadaran anak muda terhadap pola hidup sehat semakin meningkat di beberapa tahun terakhir. Hal ini secara tidak langsung membuat anak muda mencari tahu kebiasaan-kebiasan yang buruk dan berdampak pada kesehatan. Semua bermula dari apa yang kita konsumsi, makanan. Bahan makanan yang berkualitas dan sehat akan berpengaruh terhadap imunitas tubuh. Gerakan untuk mengkonsumsi bahan pangan organik pun mulai diminati dan menjadi bagian dari kampanye pola hidup sehat.
Ketika kita berbelanja di Supermarket misalnya, tak sedikit berbagai produk olahan yang melabeli dirinya organik. Ada dua kemungkinan, label itu hanya strategi marketing atau kemungkinan kedua label ini merupakan dukungan keberlanjutan yang dibuat untuk mendukung masyarakat sekitar, menjadi solusi untuk kerusakan tanah atas warisan kebijakan pemerintah terdahulu yang menghalalkan berbagai tindakan untuk hasil pertanian yang banyak, namun menimbulkan kerusakan tanah dimana-mana.
Kali ini, sebelum makanan yang kita beli di Supermarket dikelola dan disajikan di meja makan untuk makan siang, mari kita cari tahu asal makanan yang kita makan. Ada sekitar dua puluh peserta ibu-ibu petani Karisma dari Kulonprogo, lima diantaranya anak muda termasuk saya, kami diajak SP Kinasih berkunjung ke Tani Organik Merapi, tempat pengolahan dan distribusi berbagai sayur dan buah organik yang di jual di berbagai Supermarket di kota Yogyakarta.
Di sini para ibu dan Bapak Petani akan belajar tentang pengolahan hasil pertanian, dari pemilihan bibit sampai dengan pemasaran. Anak muda berbaur dengan Ibu Bapak Petani dan bertukar cerita mengenai isu-isu yang sedang berkembang. Kegiatan ini berawal dengan sharing dari pemilik Tani Organik Merapi, Pak Untung dan Pak Sugiarto. Kemudian sesi kedua, pematerinya adalah Pak Beni si Insinyur Pertanian yang berkeliling Indonesia dan bertukar cerita dengan Bapak Ibu Petani.
Setelah penyampaian materi oleh pemilik Tani Organik Merapi, para peserta diberikan kesempatan untuk melihat proses pembuatan kompos, pengolahan air bersih untuk tumbuhan, sampai dengan bagaimana pengemasan hasil pertanian untuk di jual ke berbagai Supermarket. Di jam makan siang, kami disuguhkan berbagai hidangan olahan dari hasil pertanian organik di Tani Organik Merapi. Makan makanan yang kamu ketahui prosesnya sejak awal ternyata lebih nikmat, ada rasa kamu ikut tumbuh dan berkembang bersama, bersyukur karena mengetahui bahwa apa yang kamu makan adalah pilihan terbaik.
Masuklah ke sesi kedua, Pak Beni membagi kami menjadi lima kelompok dengan nama kelompoknya adalah Ayam, Bebek, Kucing, Sapi dan Kambing. Bel atau suara pengingat yaitu suara hewan dari nama kelompok. Saya pribadi masuk ke kelompok Ayam, kami kebagian belajar tentang Ekonomi Petani. Kami terdiri dari tiga anak muda, bapak dan ibu petani. Awalnya kami mulai sedikit bingung apa yang harus ditulis, salah satu anak muda mencoba untuk googling dan saya mencoba menyarankan untuk tulis tentang pengalaman mereka saja jangan melihat pengalaman orang lain.
Setelah sesi diskusi tentang Ekonomi Petani. Apa saja yang saya dapatkan setelah bertemu langsung oleh anak muda dan Bapak Ibu petani di Tani Organik Merapi?
Saya pribadi mulai tertarik dengan makanan organik karena memiliki teman seorang vegan, Ibu Bapaknya juga Petani. Keputusannya menjadi vegan karena kondisi kesehatan, namun di satu sisi dia juga mendalami kehidupan dan keputusan orang-orang yang memilih menjadi vegan atau vegetarian. Kami sering sekali bertukar cerita mengenai pengetahuan dampak lingkungan atas pilihan untuk lebih banyak mengkonsumsi berbagai sayur dan buah-buahan. Kali ini saya berkesempatan bertemu langsung dengan petani dan distributor makanan organik, berikut beberapa hal yang saya dapatkan:
Pertama, Anak muda dan ibu bapak petani memiliki tujuan yang sama yaitu untuk keberlanjutan lingkungan lebih baik. Kesadaran anak muda terhadap perubahan iklim dan juga keinginan petani untuk memiliki kualitas tanah yang bagus, bibit yang berkualitas, dan hasil pertanian yang bagus sejalan dengan tujuan keberlanjutan lingkungan. Karena apa yang Bapak Ibu Petani tanam bukan hanya untuk di makan sendiri tapi juga dijual dan bagikan kepada orang sekitar.
Kedua, mendukung petani dengan melawan berbagai tindakan yang merusak lingkungan. Salah satu peserta anak muda sempat berbicara tentang tempat wisata dadakan, yang ditimpali oleh Bapak Petani pembangunan perumahan kosong tak berpenghuni, pembangunan cafe-cafe sampai dengan ruko-ruko. Siapa yang yang suka nongkrong cantik di cafe berpemandangan sawah sambil instastory? Bagaimana kalau sebaliknya, Bapak Ibu petani yang instastory kamu dari sawah. Pemaknaan pesannya jadi berbeda ya?
Ketiga, kurangnya pengetahuan petani tentang pengelolaan keuangan menjadi kendala dalam mengelola kebutuhan lain seperti biaya pendidikan anak, beli kendaraan baru atau pendirian rumah. Semuanya ini berangkat dari tidak dihormatinya jasa petani di negeri ini, kalau kata Pak Beni di Jepang para Petani dan Petugas Koperasi sangat dihormati karena merekalah pemberi makan untuk semua, Kalau di Indonesia justru sebaliknya, petani dipandang sebelah mata, tidak dihargai dan dianggap bukan cita-cita yang mulia.
Tidak menyangka bahwa makanan sepiring di atas meja bisa serumit ini? Bahkan mungkin bukan sepiring, ini hanya bagian masalah satu lauk yang tersaji dalam berbagai pilihan lauk di piring. Ternyata, pilihannya hanya satu kalau mau sehat, kita harus memberi nilai lebih kepada mereka yang berteman dengan makanan-makanan yang kita makan. Banyak sekali video, pelatihan atau penelitian pertanian yang mengajarkan berbicara dengan tumbuhan punya pengaruh baik untuk kualitas hasil tani, lalu bagaimana dengan Petani? Bukankah kita harus memperlakukan mereka lebih baik lagi? Menghormati dan menghargai jasa mereka, karena nantinya para petani yang berkomunikasi dengan tumbuhan agar berkualitas dan pada akhirnya kita akan mengkonsumsi makanan organik berkualitas.
No Comments