08 Feb Warga Wadas Mendapati Pagi yang Mencekam
Pagi jam 07.30 WIB, Saya mendapat kabar dari Desa Wadas kalau ada warga bernama Mas Uut yang ditangkap di Kaliboto ketika sedang makan di warung. Mas Uut diangkut paksa ke Polsek setempat. Mendengar kabar tersebut, saya bersama kedua teman bergegas dari Jogja ke Desa Wadas untuk memastikan situasi terkini dan tentu saja kondisi warga, terutama perempuan.
Kami mencari info, sekiranya pintu masuk mana yang paling memungkinkan kami untuk masuk ke Desa Wadas. Kami memutuskan lewat Cacaban, lantas kami lewat Cacaban. Menerjang diantara pohon-pohon karet. Di masjid Cakalan, kami melihat aparat satu mobil berjaga. Lalu kami lanjut melewati pos jaga pertama, ternyata aparat pun berjaga dengan senjata lengkap. Kami lolos, mungkin karena kami perempuan jadi dianggap nggak akan membahayakan.
Kami sampai di salah satu rumah warga, sebut saja S. Disitu kami dilarang, tidak boleh lanjut karena di Winong dan Krajan sudah dikepung aparat. Mereka mengepung warga yang sedang mujahadah. Kami pun berkumpul di rumah S, bersama warga dan teman-teman, dan juga salah satu komunitas anak muda. Selama di situ, suasana mencekam, ditambah dengan kedatangan Ibu D yang baru saja dari Krajan, memberi kabar dua puluh lima warga yang mujahadah ditangkap ketika mereka hendak shalat. Beliau lalu menyampaikan, bisa lewat dengan leluasa karena membawa anak.
Tak hanya itu, kami juga mendapat kabar kalau semua posko yang biasa dipakai ibu-ibu untuk berjaga, juga diduduki oleh polisi. Beberapa info juga kami dapat kalau aparat mengambil paksa alat pertanian dan pisau-pisau yang biasa digunakan untuk menganyam besek. Warga tak bisa melawan, hanya pasrah pada penguasa yang dengan aparat bersenjata lengkap meneror warga.
Kami di rumah S, pun tak bisa berbuat banyak. Sulit dapat update dari Krajan yang menjadi titik kumpul aparat dan warga yang sedang mujahadah. Di kedua dusun memang susah sinyal, hingga detik ini kami masih menetap di rumah S, dengan pintu dan jendela yang tertutup. Di tengah hening, dua anggota komunitas anak muda menyampaikan kalau membawa kartu pers. Lalu kami berembug agar mereka ke Krajan untuk update situasi. Berangkatlah dua anak muda dengan kartu pers ke Krajan. Kami pun menunggu dengan cemas kabar dari mereka. Beberapa puluh menit kemudian, mereka kembali dari Krajan.
Menyampaikan kabar kalau tidak boleh meliput, diinterogasi hingga diambil hasil dokumentasi. Mereka boleh berkeliling di Krajan. Tapi dengan syarat tidak boleh mengambil foto, video bahkan tidak boleh wawancara. Lantas mereka berkeliling dan melihat ibu-ibu di masjid Krajan dikepung aparat, nggak bisa keluar. Disitu hanya terlihat lima laki-laki, salah satunya anak laki-laki seumur anak SMP memberi info kalau semua laki-laki sudah diangkut oleh polisi, hanya tersisa lima orang. Kedua teman tersebut kembali dengan mendapat ancaman, jika tidak meliput sesuai prosedur, tidak boleh update langsung. Karen tidak bisa berbuat apapun, mereka pun bergegas kembali ke rumah S.
Wadas terasa mencekam, dan penuh ketakutan. Semua menunggu kabar dengan was-was, siapa yang ditangkap, jumlah orang yang ditangkap, apakah ada perempuan yang ditangkap, dan sampai kapan. Apakah warga yang dikepung baik-baik saja? Bagaimana kondisi ibu-ibu yang di masjid Krajan, mereka pasti lapar, takut dan bingung. Di tengah sulitnya sinyal, kami pun tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali berdoa dan berdoa. Hingga detik ini kami masih bertanya-tanya, inikah Negara RI yang konon berpancasila, yang konon negara demokrasi, memiliki UUD 45 dan pasal-pasal yang luar biasa?
Penulis : SN
No Comments