07 Apr “Membawa” arwah dan marwah korban ; Dibalik pengawalan RUU TPKS (Catatan ke 2)
Selalu terngiang ” Jangan berulang”, “jangan sampai anak cucu kita mengalami seperti yang kami alami”. Jadi RUU TPKS ini adalah mimpi besar, memulihkan sebagian harapan para korban, soal hak ketidak berulangan.
Ini momen bisa jadi seumur hidup sekali, bertarung di ujung pertempuran dari perjuangan panjang berbagai pihak mengawal RUU TPKS ini. Selain dari panitia yang Njawil untuk berangkat (karena saya selalu cek, jangan sampe ada kawan yang terhalang berangkat, karena sudah over quota dan supaya bergantian). Kadang mbak Nurher yang lagi isoman juga sejak lama pesan “yu, nanti di baleg sering-sering datang ya biar yang didalam merasa dipantau”. Mbak Kustiah yang jadi induk semangat jaringan ini, Vivi sang manager, juga beberapa kali mengingatkan untuk hadir, apalagi Anis Hidayah yang juga terus menggamit untuk bisa berangkat bareng. Nyaris 6 hari yang saya ikuti di DPR, banyak pulang pergi bersamanya. Juga seru dengan Sylvana, Missi dan Budhis, suatu hari mojok dan kami bercerita bahwa korban itu bukan mereka, tapi juga kita dalam bentuk rupa-rupa yang bikin mual.
Setelah delapan hari maraton, kemarin Baleg (Badan Legislatif) DPR RI ketok semua fraksi/partai mendukung pengesahan (puncak masih di paripurna kemungkinan tgl 14 April 2022). Ini capaian kolaborasi kawan-kawan panja yang luar biasa, tim dari pemerintah (KPPPA termasuk KSP, dan elemen2 lain, termasuk jaksa, polisi, menpan, dll) dan fraksi balkon dari masyarakat sipil, termasuk paling intens muncul dari jaringan yang saya sebut, juga kawan2 media.
Melalui pembahasan RUU TPKS ini, image saya tentang anggota dewan yang kerap membuat frustrasi, muka ada cercah harapan. Setidaknya ada belasan champion yang intens hadir dengan pemikiran yang searas/mengadopsi masukan jaringan karena prinsip partisipatif. Dua memang yang punya kedekatan sejarah dengan CSO, jadi banyak jadi tumpuan, ada Mbak Luluk Nurhamidah dan Mas Tobas (Taufik Basari). Saya respect dan memunculkan harapan baru pada aleg-aleg yang bersungguh sungguh, berderet dengan belasan yang lain dari berbagai fraksi. Jaringan setiap hari mengabsen siapa yang hadir yang tidak hadir. Siapa yang berceloteh merendahkan (langsung ada yang menegur supaya kondusif), siapa yang mengadopsi pandangan CSO, juga dapat info-info kelas 1 siapa yang mengganjal. Yang berpengaruh di loby, yang tidak dibiarkan, yang penting pegang orang2 kunci.
Isu-isu yang penting dan diadopsi dlm RUU TPKS antara lain;
A. Bentuk KS yang kebih komprehensif; pelecehan seksual dengan fisik dan non fisik, pelecehan berbasis online (hampir nggak masuk), pemaksaan perkawinan (debat publiknya panjang), penyiksaan seksual, perbudakan seksual, eksploitasi seksual (hampir nggak masuk), Yang belum masuk dan akan diletakkan di RKUHP adalah perkosaan dan pemaksaan aborsi, tapi ada pasal penjembatan, juga hukum acaranya akan menggunakan RUU TPKS)
B. 6 elemen kunci sebagai pilar RUU TPKS; Pencegahan , tindak pidana (bentuk), pemidanaan (penghukumannya), hukum acara (penanganan yang lebih ramah korban, termasuk larangan penyelidikan/penyidikan yang membangkitkan trauma, merendahkan dan yang tdk relevan), pemulihan, dan pemantauan.
C. Isu disabilitas ; persamaan sebagai subjek hukum (perjuangan ujung akhir yang nyaris diketok), akomodasi layak dan akses pada keadilan dan pemulihan, perhatian pada tempat-tempat rentan KS bagi disabilitas, pendidikan pada APH dan pihak -pihak relevan.
D. Adanya lembaga pemantau independen, Komnas Perempuan masuk dalam UU ini setelah 23 tahun menunggu dicantolkan dalam UU. Saya punya catatan seru, sebagai bagian dari detik-detik mengadvokasi KP masuk dlm UU ini. Spt saat mengadvokasi Mary Jane, tidak boleh lolos ditinggal, tidak boleh kehilangan kesempatan merawat lembaga yang punya mandat kekerasan terhadap perempuan, masak mau ditinggal dalam RUU ini. Kapan-kapan pingin ditulis.
E. Reformasi Pola penghukuman dan pemulihan korban
- Kompensasi dari negara dan restitusi dari pelaku untuk korban (termasuk sita harta yang tidak meresikokan harta pasangan/anak), juga lahirnya ide social trust fund untuk pemulihan korban. Tapi ada hal yang masih mengganjal soal kasus pelaku miskin ada hukuman tambahan kurungan yang tidak lebih dari durasi hukumannya. Dirasa tidak adil. Selain itu juga pemberatan hukuman bagi pelaku yang harusnya melakukan pengayoman dan perlindungan (pendidik, tenaga medis, dll) .
F. Partisipasi masyarakat dan penguatan penanganan/pendampingan berbasis masyarakat
G. Konteks konflik dan bencana juga masuk, sebagai situasi yang pengukumannya harus serius. Juga peran korporasi masuk, mereka tidak bisa lolos tanggungjawab. Tapi UU ini tidak bisa berlaku surut. PR yg harus dilanjut.
Seluruh upaya diatas, hasil panjang dari perjuangan kita semua, bukan yang hanya ada di foto di baleg, tetapi sekali lagi kita semua, para korban dan penyintas yang bergetar berani bersuara bahkan meresikokan diri dan keluarga, para pendamping korban yang kerap dapat ancaman pelaku, para pembela HAM baik dari masyarakat/CSO maupun champion di lembaga negara, para akademisi dan aktifis terutama berbagai pakar yang memformulasi rancangan UU dan menemukan diksi-diksi yang mewakili korban, para ulama/tokoh agama yang pro korban (utamanya KUPI), tokoh-tokoh agama yang mengawal di ormas-ormas agamanya, penulis dan panelis yang tak henti berjihad dlm banyak forum untuk memahamkan tentang substansi RUU ini, juga Komnas Perempuan dari awal kelahirannya penuh sejarah para korban berbagai konteks konflik maupun konteks lain.
Kagumku pada champion-champion di jaringan, yang kalimatnya kuat meyakinkan ke prof Edy wamenkumham dan tim yang bersidang, rapi berbagi siapa lobby siapa, ada yang punya kekuatan lobby langsung dengan kalimat-kalimat bertenaga, ada yang kepalanya harus on untuk membuat formulasi kongkrit rumusan yang langsung diblast ke orang-orang kunci, ada yang dari markas selain mencermati substansi juga support kebutuhan kunci yang di balkon, dan yang pasti jaringan yang sehat adalah jaringan yang selalu berfikir kita, bukan saya.
Seusai pembahasan mata-mata sembab dan menggigil menangis, sambil berpelukan, masih di gedung DPR, bbrp telinga kami mendengar; mbakkk, saya juga korban, saya juga korban.
“Jangan berulang… Jangan berulang… ” TPKS ini amanah para korban.
Sawangan 7 April 2022
Yuniyanti chuzaifah (Pegiat Ham perempuan) dan tim balkon/ jaringan pembela hak perempuan korban.
No Comments