30 May Si Penari itu Bernama Suci
Hari-hari ini terasa amat panas. Pikiran menjelma menjadi garang. Polusi udara berhamburan kian kemari,ditambah beban kerja yang mendesak untuk secepatnya diselesaikan. Sementara jarak untuk sampai di tempat kerja amat jauh.
Mengenai omelan atasan, sudah menjadi hidangan pagi. Maklum, untuk melangkah ke sana harus ia rayu terdahulu kakinya. Kadang kakinya mengiyakan,namun kadang harus dipijat dulu, lantaran keseleo latihan kemarin.
Sedikit-dikit ia ayunkan tangannya mengikuti alunan musik dengan gemulai menunjukkan senyuman manis dari raut wajah ayu.
Ketika tepukan tangan penonton mengakhiri tarian yang ia gerakkan adalah kelegaan tersendiri untuk dibawa pulang ke rumah. Dompet terisi maksudnya,bagaimana tidak? Semenjak ia beranjak kerja pagi tadi, sang tuan rumah pada sofa mahal masih menghitung detik demi detik waktu ia kembali.
Suci, salah seorang remaja yang bekerja di sebuah sanggar tari demi mencari sesuap nasi untuk kebutuhan bibi dan adik-adiknya.
Mereka ditinggalkan kala kedua orangtua mereka memutuskan untuk berpisah dan mengambil jalan masing-masing,sekarang ia tinggal bersama bibi.
Tiap siang hari selepas selesai sekolah, ia masak untuk adik dan bibinya dan membersihkan rumah kemudian mempersiapkan diri untuk berangkat bekerja.
Sebuah rutinitas yang biasa bagi dia, tidak tahu untuk remaja lain. Walau tak dipungkiri di satu sisi terbesit perasaan iri dan membandingkan diri dengan teman-teman lain yang seumuran dengan dia.
Kadang terlintas pikiran untuk menyerah saja dengan hidup, kadang merasa Tuhan tidak adil, kadang pula merasa payah dengan diri sendiri.
Suatu waktu setelah menyelesaikan semua pekerjaan rumah dan beristirahat sejenak sembari menyiapkan kostum yang akan dikenakan dalam sebuah acara bergengsi di kampungnya, ia ketiduran dan membuat ia terlambat ke tempat acara tersebut.
Ia pun dimarahi oleh pemlilik sanggar tersebut,bahkan dipojokkan oleh teman-teman lain.
Karena kejadian demikian,ia tidak mendapat honor dari atasannya.
Sepulang bekerja ,bibinya meminta honor yang biasa ia peroleh,namun karena tidak ada ia pun dimarahi dan dicap pemalas, hanya karena keteledoran dan Kelelahan yang ia rasakan siang tadi.
Bersambung…..
Penulis : Sisilia Merung (Sahabat Kinasih)
No Comments