01 Jun Hak-Hak Perempuan dalam Konflik Agraria
Selama ini belum terdapat peraturan yang secara khusus mengatur perlindungan perempuan dalam konflik agraria. Situasi kerentanan perempuan dalam sengketa Sumber Daya Alam (SDA) berakar pada budaya patriarki dan kapitalisme yang semakin menyulitkan akses kemerdekaan perempuan atas pemeliharaan sumber daya alam dan menghilangkan kedaulatan pangan, Nah apa sih hak-hak perempuan dalam konflik agraria yang harus kita kenali bersama?
Pertama, Hak Atas Jaminan Perlindungan (UUD 1945 Pasal 28 D ayat 1). Contoh: Dalam kasus penolakan tambang semen di Pegunungan Kendeng, Yu Patmi yang dikenal sebagai Kartini Kendeng telah gugur dalam medan perjuangan selepas aksi cor semen kaki dan Ibu-Ibu di Desa Wadas mengalami kekerasan dari aparat keamanan dalam mempertahankan tanah leluhurnya. Ini menunjukkan pada kita bahwa negara tidak mampu menjamin perlindungan hidup bagi perempuan atas terancamnya lingkungan hidup sebagai sumber kehidupan masyarakat luas dan juga bagi generasi mendatang.
Kedua, Hak Terbebas Dari Tindakan Diskriminatif (UUD 1945 Pasal 28 I ayat 2). Contoh: Konflik pembangunan tambang batu andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo dapat menyebabkan 28 sumber mata air kering, rusaknya flora fauna, kesulitan air bersih dan dampak lingkungan lainnya. Penambangan ini tentu berdampak luar biasa bagi perempuan yang membutuhkan lebih banyak akses air bersih terutama untuk kebutuhan reproduksi. Perempuan semakin terpinggirkan dari pengetahuan sosial budaya dan kedaulatan pangan yang terbentuk atas kedekatannya pada alam, rentan menjadi korban kekerasan berbasis gender dan rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Itu semua adalah bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
Ketiga, Hak Atas Pemenuhan Hak Asasi Sebagai Manusia (UUD 1945 Pasal 28 I ayat 4). Contoh: Perempuan Wadas yang bergantung hidup pada alam dengan keterampilan menganyam besek, membuat gula aren, kerupuk singkong dan olahan hasil bumi lainnya sebagai tumpuan perekonomian keluarga akan terancam kehilangan pekerjaan dan mengalami pemiskinan. Selain itu perempuan Wadas juga menanam resep leluhur berupa obat-obatan tradisional sebagai kedaulatan pangan. Jika tambang dibangun, maka sama saja merusak fungsi dan peran kehidupan perempuan dalam mengurus sumber kehidupan yang turun temurun dilakukan.
Keempat, Hak Atas Kesempatan yang Sama dalam Pemeliharaan Tanah (Pasal 9 ayat 2 UUPA No. 5 Tahun 1960). Contoh: Hak ini bermakna kesempatan yang sama atas hak pengelolaan tanah yang dilakukan baik laki-laki atau perempuan dan juga kesempatan bagi rakyat untuk merdeka dan aman dalam menjalankan hak kedaulatan pangan dari para kapitalis dan mafia hukum. Seperti perlawanan yang dilakukan para perempuan di Ledok Timoho pinggiran Sungai Gajah Wong, yang merubah fungsi tanah sebagai tempat pembuangan sampah menjadi lahan pangan mereka.
Kelima, Hak Atas Kesetaraan Gender dalam Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemeliharaan Sumber Daya Agraria/Sumber Daya Alam (Pasal 4 F TAP MPR No. IX Tahun 2001). Contoh: Dalam konflik agraria, sudah semestinya negara memberi ruang bagi perempuan untuk bicara dan menggunakan analisa gender dalam setiap kebijakan. Usaha perempuan Wadas untuk mengirimkan surat kepada pemimpin perempuan merupakan upaya merebut ruang partisipasi publik bahwa suara perempuan berhak didengar dan dijadikan pertimbangan penting.
Dalam menghadapi konflik agraria, perempuan tidak diam. Perempuan memainkan peran strategis menggunakan cara mereka sendiri dengan memilih tanpa kekerasan, meskipun berhadap-hadapan dengan kekerasan aparat. Posisi perempuan harus dihadirkan dalam pendekatan penyelesaian konflik, mulai dari akses informasi dan pengambilan keputusan bersama karena pengalaman dan tantangan yang dialaminya berbeda dengan laki-laki. Jangan biarkan konflik agraria semakin memperparah situasi ketidakadilan gender bagi perempuan.
Sebagaimana tujuan dalam reformasi agraria ialah menciptakan kemakmuran dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur (Pasal 2 ayat 2 dan 3 UU PA No. 5 Tahun 1960). Keberadaan aturan mengenai hak perempuan dalam konflik agraria sangat penting dipahami bersama karena hak perempuan terkait dengan tanah dan sumber daya alam seringkali diabaikan. Perwujudan keadilan bisa diraih dengan adanya keadilan gender, dimana negara berkewajiban memenuhi hak perempuan dan menghapus segala bentuk diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan.
Sumber Referensi: Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 dan TAP MPR No. IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Penulis : Alhiyatuz Zakiyah
No Comments