13 Jun Penghormatan dan penghargaan terhadap Kerja-Kerja Domestic Perempuan
by: Nur Maulida
Kamu pasti sudah sering denger dari keluarga, teman atau saudara perempuan mu yang memutuskan untuk menjadi Ibu rumah tangga saja, menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya atau focus di rumah mendidik anak-anaknya. Bahkan banyak perempuan yang memiliki prestige Pendidikan tinggi, punya gelar, dan akhirnya memilih berkarir sebagai ibu rumah tangga. namun karena beberapa alasan perempuan ingin lebih dekat dengan anaknya, menemani tumbuh kembang sang anak dan bahkan mengalah pada pasangan dengan memberikan kesempatan untuk suami berkarir , perempuan sebagai ibu sekaligus istri yang harus menyediakan waktu lebih banyak kepada anak akhirnya memilih menjadi ibu rumah tangga yaitu berperan lebih banyak membesarkan anak-anaknya dan mendukung kesuksesan karir suaminya.
Menurut Quraish Syihab seorang pakar tafsir dalam bukunya membumikan Qur’an pilihan perempuan untuk memilih berkarir di ranah public atau sebagai perempuan rumah tangga, semuanya baik. Kemudian apa sebenarnya yang salah dari pilihan perempuan tersebut, yang salah adalah konstruksi sosial masyarakat yang sangat kaku, menempatkan perempuan secara mutlak hanya terbatas di ruang domestik, tanpa mempertimbangkan perempuan juga punya potensi berperan di ranah publik. Selain itu stigma yang tidak menghargai pekerjaan domestik sebagai care ekonomi. peran merawat, mengurus rumah, membesarkan anak yang hanya dianggap pekerjaan Ibu rumah tangga biasa dan tidak secara langsung menghasilkan uang. Masyarakat menganggap ibu rumah tangga tidak begitu berperan secara penuh dalam pembangunan.
Selain itu menurut Julia Suryakusuma, pengamat sosial-politik sekaligus aktivis perempuan mengatakan domestifikasi perempuan, yang dipahami masyarakat secara luas adalah tentang konsep subordinasi (penomorduaan) kedudukan perempuan di bawah laki-laki. Hal ini merupakan penindasan terhadap perempuan, karena hanya dianggap sebagai kanca wingking (teman yang berada di belakang), dan harus selalu melayani laki-laki. Masyarakat juga menganggap suami sudah seharusnya dilayani karena suami pencari nafkah utama dan menghasilkan finansial.
Selain itu pekerjaan Ibu rumah tangga sering hanya dianggap peran dibalik layar karena tidak terlihat secara langsung peran dan jasanya, padahal dari tangan perempuan keseimbangan ekonomi dalam keluarga dikendalikan, dengan kesabaran dan kelembutan perempuan seorang anak tumbuh dan besar menjadi penerus bangsa ini, dan bahkan dari kesabaran dan keikhlasan perempuan seorang laki-laki dapat maju berperan dalam masyarakat karena ada perempuan yang telah menginvestasikan waktu, tenaga dan pikiran menyelesaikan semua urusan rumah. Seharusnya peran perempuan itu tidak sekedar dianggap dibalik layar. Peran domestic perempuan layak mendapat penghargaan setara dengan peran di wilayah public.
Dalam konsep rumah tangga yang diajarkan Rasulullah , Rasul tidak mengajarkan system hirarki dan subordinasi dalam rumah tangga bahwa perempuan ada di posisi ke dua atau berada di belakang suami, bahkan sebagai pelayan suami. Perempuan sebagai seorang istri dan ibu tepat berdiri di sisi suami saling mendukung tugas dan tanggung jawab masing-masing tanpa memberatkan dan timpang satu dengan lainnya, Suami dan Istri adalah setara saling melayani, melengkapi dan meringankan beban masing-masing baik di rumah maupun di ranah public.
Sebagaimana menurut pandangan ekofeminisme perempuan adalah tulang punggung pangan keluarga yang sebenarnya. Perempuan memiliki potensi menyediakan dan mengatur kebutuhan pangan keluarga, potensi merawat dan bahkan dalam ajaran hindu perempuan adalah kepala dalam rumah tangga, tanpa perempuan tidak akan ada yang mampu menjaga keseimbangan perekonomian keluarga.
Domestifikasi perempuan yang menempatkan perempuan di posisi kedua atau dibelakang lakilaki seringkali menyebabkan hubungan relasi kuasa yg timpang dan perempuan tidak memiliki posisi tawar untuk berbagi peran domestik dengan pasangan bahkan di saat-saat perempuan sedang sakit, memerlukan istirahat dan mengalami siklus reproduski seperti mentruasi,nifas, pemulihan paska melahirkan, Dalam situasi tersebut perempuan memerlukan peran laki-laki sebagai pasangan untuk membantu dia menyelesaikan tanggung jawab domestic dan perawatan agar segera pulih dari pengalaman reproduksi yang secara alamiah dialami perempuan.
Domestifikasi perempuan harus dibarengi dengan konsep keadilan, membangun peran yg seimbang tidak ada relasi kuasa, baik beban di rumah maupun di ruang public tidak ada yg lebih unggul, keberhasilan seorang suami di ruang public karena ada seorang istri yang telah bekerja di rumah dan menginvetasikan, waktu tenaga dan pikiran sebaliknya kesuksesan seorang istri mengurus rumah , anak , mengelola keuangan ada peran suami yang tidak pelit memberikan nafkah, membantu mengurangi beban istri saat bebannya di luar tidak beitu berat, menghargai tanggung jawab domestic setara dengan pekerjaan suami di wilayah publik dan mempelakukan istri bukan sebagai pelayan dalam rumah tetapi pendamping dan tidak secara mutlak membebankan semua tanggung jawab kepada salah satu pihak tanpa ada negosiasi, keadilan dan rasa empati.
No Comments