21 Jun Hamil Tidak Diinginkan, Benarkah karena Seks Bebas?
by : Nur Maulida
Remaja masa kini lekat dengan stigma buruk, seperti pelaku seks bebas dan pergaulan bebas. Stigma buruk tersebut tidak terlepas dari perkembangan teknologi, dampak dari hidup berdampingan dengan media sosial, pergaulan yang sangat luas, banyaknya pengetahuan dan informasi yang tak terbendung menyasar anak muda. Dengan demikian tidak mudah lahir dan tumbuh menjadi generasi milenial dan gen Z, banyak perkembangan dalam kehidupan yang mempengaruhi pendidikan, pengetahuan dan cara berfikir anak muda. Pengambilan keputusan dan sikap, tanpa mereka sadari hampir seluruhnya diatur oleh perkembangan teknologi, jika sampai mengadopsi nilai-nilai yang salah, anak muda rentan kehilangan masa depan dan cita-cita mereka.
Di sinilah peran dan pendampingan orang tua sangat dibutuhkan, agar anak muda tidak mengadopsi nilai-nilai yang salah. Sayangnya orang tua bersifat acuh tak acuh terhadap berbagai tantangan zaman yang dihadapi anak-anak mereka, walaupun faktanya bukan kehendak anak muda lahir di era sekarang dan menghadapi perkembangan yang begitu signifikan, orang tua masih menggunakan cara pengasuhan lama atau ketinggalan zaman. Mereka abai terhadap kebutuhan anak muda untuk bertahan menghadapi dunia saat ini, teknologi memang berkembang tetapi pendidikan, aturan dan norma yang terkonstruksi tidak pernah berubah walau sekalipun digempur oleh teknologi dan perkembangan pengetahuan
Di antaranya masalah seks, sebagai negara yang memegang aturan norma dan campur tangan agama dalam tradisi dan budaya. Indonesia masih memegang norma lama yang anti dan tabu terhadap seks, Pendidikan seks sangat tabu untuk dibicarakan mulai dari level paling dasar yaitu keluarga, masyarakat bahkan institusi pendidikan.
Ketabuan membicarakan tentang seks menuntut setiap anak yang lahir di negara ini mencari tahu sendiri, tanpa pendampingan orang dewasa mengajarkan hak manusia terkait seksualitas dan hak-hak reproduksi. Perkembangan teknologi pada akhirnya menjadi teman terbaik anak muda mengakses wawasan tentang seksualitas. Pengetahuan tentang seks didapatkan melalui video porno, cerita-cerita hubungan seks orang dewasa, dan bahkan hal-hal tabu tentang seks di dunia nyata dengan mudah diakses di media sosial. Saat orang tua begitu sungkan berterus terang tentang seksualitas dan hak reproduksi, media sosial serta-merta menyediakan dan menyajikan nilai-nilai seks tanpa filter kepada anak muda
Dampak yang ditimbulkan mempengaruhi masa depan anak muda, yang kebanyakan masih berusia remaja dan bersekolah. Kepolosan dan awam terhadap seksualitas berujung pada pelampiasan hasrat seksual yang salah. Hal itu semua menyebabkan kerentanan masa depan suram khususnya pada remaja perempuan. Seperti pernikahan anak, hamil tidak diinginkan, terancam putus sekolah dan masalah kesehatan reproduksi. Sebagaimana laporan UNICEF mengungkap bahwa prevalensi perkawinan usia anak di Indonesia terbilang tinggi dengan lebih dari seperenam anak perempuan menikah sebelum mencapai usia dewasa (usia 18 tahun). Yakni sekitar 340,000 anak perempuan setiap tahunnya menikah dini. Dengan presentasi perempuan usia 10-19 tahun pernah hamil 58,8 persen dan 25,2 persen sedang hamil di Indonesia sesuai dengan Riskesdas tahun 2018. Oleh karena itu, tren kehamilan remaja membuat Indonesia berada di peringkat kedua perkawinan anak tertinggi di ASEAN.
Seorang teman pernah curhat tentang anaknya yang masih berusia 11 tahun dan baru duduk di bangku SD kelas 6, ia tidak sengaja mendapati anaknya, suka membaca sejenis aplikasi wattpad, di aplikasi itu banyak ceria-cerita imajinatif hubungan seksual menggunakan nama para bintang K-pop terkenal seperti Blackpink, BTS, NYC dan sebagainya yang merupakan idola anak muda. Rupanya mungkin penulis menggunakan nama para K-pop tersebut untuk menarik segmen anak muda, membaca dan berkhayal bagaimana jika bintang K-pop yang mereka gemari itu memiliki hubungan spesial dan melakukan hubungan seks. Teman saya sontak sangat terkejut karena anaknya yang masih sangat dini bisa mengakses cerita-cerita vulgar tersebut tanpa sepengetahuannya, Jadi aplikasi ini persis seperti cerita-cerita majalah porno dewasa tahun 90-an, namun saat ini dapat diakses secara bebas di sosial media, dan cerita bintang Kpop menjadi trend yang disajikan karena menjadi favorit dan banyak digemari di kalangan anak muda
Dari pengalaman teman saya itu, terlihat betapa media sosial berpengaruh terhadap wawasan anak muda tentang seksualitas, orang tua yang sejak awal tidak mengajarkan anak tentang seksualitas akan kehilangan jejak dan jati diri dari anaknya sendiri, pendidikan seksualitas menjadi salah dipahami anak muda. Remaja yang mengetahui seks melalui internet atau media sosial, hanya paham hubungan seks itu sekedar enak-enak dan hanya sebagai objek seksual, mereka juga tidak pernah mendapat pengetahuan tentang fungsi dan perawatan organ reproduksi serta apa resikonya bila disalahgunakan
Tanpa filter dan penjelasan bijak orang dewasa, pada akhirnya pengetahuan yang keliru tentang seks hanya menimbulkan perilaku-perilaku penyimpangan seksual di kalangan remaja seperti pelecehan, seks bebas dan perilaku seksual yang membahayakan kesehatan reproduksi dan anak muda juga menjadi buta terhadap otoritas tubuhnya seperti pengetahuan terkait konsen jika mengalami kekerasan seksual.
Selain itu informasi terkait seksualitas di internet sepenuhnya adalah diadopsi dari pemahaman masyarakat kita di dunia nyata yang cenderung sangat seksis dan bias gender. Dengan demikian Sosial Media berperan justru semakin melanggengkan stigma dan seksisme, dan kebanyakan stigma serta seksisme itu merendahkan perempuan, seperti tubuh perempuan hanya sebatas objek seksual, pelanggengan mitos-mitos keperawanan, dan bahkan melanggengkan kekerasan seksual terhadap perempuan.
Contoh kasus seorang influencer mahasiswa kedokteran yang terbilang masih muda dan memiliki banyak penggemar di media sosial pernah membuat konten yang meresahkan warga net khususnya perempuan. Mahasiswa itu mempraktekan bagaimana mengetahui bukaan 1,2 dan 3 bagi perempuan yang kontraksi melahirkan, konten tersebut dibuat dengan menunjukan ekspresi mahasiswa kedokteran itu yang terlihat mesum, padahal secara kode etik itu melanggar privasi pasien dan merendahkan pasien perempuan.
Contoh kasus lainnya juga pernah seorang influencer membuat konten adegan pemerkosaan, konten tersebut dihujat banyak orang karena melanggengkan kekerasan terhadap perempuan. Inilah salah dua contoh nilai-nilai terkait seks di internet yang diajarkan sangat misogini, seksis dan bias gender
Orang tua yang awam melihat fenomena tersebut menganggapnya bertentangan dengan aturan,norma yang mereka buat dan merupakan tindakan asusila atau aib. Orang tua serta merta menghakimi anak muda adalah pelaku seks bebas, sukanya hamidun (hamil duluan), dan tak jarang membandingkan masa mereka dengan masa sekarang. Dulu hamil karena dipaksa menikah, sekarang terpaksa menikah karena hamil duluan. Saat aturan yang mereka buat justru tidak mempan membekali dan menjaga anak mereka dari perilaku seksual yang menyimpang, mereka cenderung menghakimi anak muda semakin rusak moral, karena pergaulan bebas bahkan sekali ketahuan mengalami hamil tidak diinginkan orang tua menganggap anak aib bagi keluarga.
Faktanya hamil tidak diinginkan adalah sebuah kesalahan yang seharusnya memang menjadi tanggung jawab orang dewasa karena tidak memenuhi hak anak terkait pendidikan seksual dan hak reproduksi sedini mungkin. Dilansir dari ala dokter membahas seks secara terbuka dengan anak justru memberi kesempatan bagi orang tua untuk memberikan informasi yang sesuai dan akurat seputar seks. Dengan demikian, anak tidak akan mencari sumber sendiri yang belum tentu tepat atau justru tidak layak, misalnya video porno.
Diskusi tentang seks membuat anak menyadari bahwa ia harus melindungi dan menghargai tubuhnya sendiri. Seluruh perlakuan terhadap tubuhnya harus mendapatkan persetujuan dari dirinya sendiri dan tidak boleh dipaksakan. Selain itu pemahaman yang tepat terkait hak-hak reproduksi akan menjadi bekal para remaja untuk lebih menjaga diri mereka dari seks bebas dan penyimpangan seksual yang membahayakan kesehatan reproduksi mereka. Sementara pendidikan seksual bagi anak laki-laki berguna agar laki-laki tidak menjerumuskan perempuan pada perilaku seksual, sehingga membahayakan kesehatan reproduksi dan mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
No Comments