10 Aug Kaula Muda Desa Wadas Berjuang dengan Musikalisasi Randu Alas di Java Youth Camp
Ketertarikan anak muda terhadap isu lingkungan mulai disadari oleh pemerintah, hal ini dapat dilihat dari pelibatan anak-anak muda dalam Y20, bagian dari G20 untuk membahas berbagai isu lingkungan dalam pertimbangan keseimbangan ekonomi. Namun, anak-anak muda yang tergabung di Y20 dilihat oleh para Aktivis lingkungan tidak memiliki kapasitas, segi pengetahuan maupun pengalaman sehingga mampu mewakili masyarakat yang terkena dampak kerusakan lingkungan.
Hal ini kemudian menjadi awal tercetusnya ide, mengumpulkan sekitar 300 ratus anak muda di pulau Jawa, keterwakilan dari daerah-daerah yang merasakan dampak dari kebijakan yang merusak lingkungan, dan juga para aktivis yang lingkungan yang mendampingi masyarakat berkumpul di Depok dalam kegiatan Youth20 CCUPY. Kegiatan ini diinisiasi oleh Walhi, Trend Asia, LBH Jakarta, Greenpeace, Extinction Rebellion, Solidaritas Perempuan dan Enter Nusantara, bertujuan mengumpulkan.
Java Youth Camp diselenggarakan di D’Kandangz Kota Depok, pada tanggal 20-21 Juli 2022, dengan tema voice of the future #suaramasadepan, dengan pelatihan yang membahas berbagai isu lingkungan. Kegiatan Java Youth Camp membahas isu Bencana Ekologi dan Pencemaran Air, Ekonomi Hijau, Perampasan ruang hidup, Krisis Iklim, Sampah Plastik, dan Energi kotor.
Kaula muda Desa Wadas (KAMUDEWA) juga diberikan kesempatan ikut serta dalam kegiatan Java Youth Camp. Selain belajar tentang tujuh isu di kelas, mereka juga berbagi cerita tentang perjuangan warga Desa Wadas dalam mempertahankan tanahnya dari perencanaan tambang batu andesit untuk pembangunan bendungan bener di Bener, Purworejo.
Saat malam panggung budaya, Kaula muda Desa Wadas (KAMUDEWA) juga menampilkan musikalisasi tentang “Randu Alas”, sebuah pohon besar di Desa Wadas, disakralkan dan menjadi saksi perjuangan turun-temurun dari leluhur hingga saat ini bagaimana warga mempertahankan tanah dan hutan Desa Wadas.
“Randu alas dijaga baik oleh warga, ini tak lepas dari pesan para leluhur yang melarang keturunannya untuk menebang randu alas. Pada zaman dahulu randu alas menjadi pertanda berubahnya musim. Jika musim hujan, pohon akan berbunga bermekar. Jika musim kemarau bunga akan berguguran”. Ucap, Rika peserta pentas.
“Randu alas tak hanya dilihat sebagai pohon-pohon yang memberikan kehidupan, randu alas juga tanda perjuangan para leluhur warga Wadas, para leluhur mempertahankan tanah dari perencanaan tambang di masa penjajahan Belanda. Bagi warga Wadas, pantang untuk warga mengambil segala berlebihan hasil pertanian, apalagi dengan menebang pohon randu alas. Kepercayaan warga jika pohon randu alas ditebang akan menjadi karang abang, atau pertumpahan darah”. Lanjutnya.
Musikalisasi ini kemudian diisi dengan tembang berbahasa jawa, dengan pesan kurang lebih serupa yaitu mempertahankan lingkungan. Pentas semakin terasa dengan akting para peserta, berperan sebagai instansi pemerintah yang ingin menebang pohon randu alas. Pentas ini berakhir dengan seluruh peserta anak muda di kegiatan Youth 20 CCUPY berdiri dan memberikan statemen mendukung perjuangan warga warga Wadas mempertahankan ruang hidup mereka.
Musikalisasi tentang “Randu Alas” menjadi bukti perjuangan panjang warga Wadas dalam mempertahankan tanah dan hutan di Desa Wadas. Pesan dari leluhur menjadi penyemangat untuk warga terus berjuang, bagi warga Wadas mereka tidak rela perjuangan para leluhur disia-siakan apabila mereka menyerahkan tanah dan hutan kepada pemerintah. Kalau dulu para leluhur berjuang melawan penjajah belanda, kini yang dilawan warga Wadas bukan lagi para penjajah Belanda, tetapi negara sendiri. Indonesia.
No Comments