27 Sep TERLAHIR BERBEDA BUKAN PENGHALANG BERKARYA
Semua diciptakan Tuhan terlahir unik. Perbedaan hanya pelengkap untuk mengisi satu sama lain. Tuhan tidak pernah mengajarkan penghakiman atau penilaian terhadap manusia, tapi anehnya manusia sendirilah yang menciptakan penghakiman terhadap manusia lain, merasa diri paling benar dari yang lain, padahal semua manusia tidak sempurna seperti Penciptanya.
Taktala dengan para waria. Dibeberapa tempat para waria dijadikan becandaan bahkan disepelekan. Mereka dijadikan lawakan dan subyek jenaka beberapa oknum yang tidak memiliki empati dan rasa kemanusiaan. Padahal jika kita mengerti isi hatinya lebih dalam, ada suara yang ingin mereka utarakan dan telinga untuk didengarkan, bukan malah mencibir apalagi berprilaku diskriminatif dan merendahkan.
Beberapa minggu yang lalu saya bersama seorang teman menyusuri kota Jogja, kami mencari Pesantren Waria yang konon menjadi Pesantren Waria pertama di Indonesia dan berniat mewawancarai. Ponpes tersebut berada di Jl. Pondongan, Sayangan, Jagalan, Kec. Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada ketegangan sendiri dalam diri saya, mengingat menjadi kali pertama dan pengalaman pertama menginjakkan kaki di sana.
Kami diterima dengan hangat dan ramah, berkenalan dengan Bunda Shinta dan beberapa teman waria lainnya, kemudian dipersilahkan untuk melihat-lihat Ponpes dan kegiatan yang sedang mereka jalani, juga diizinkan untuk memotret momen yang terjadi di sana. Beberapa waria terlihat sedang melakukan Pelatihan Microsoft Excel, ada yang menyiapkan makanan di dapur untuk kemudian disantap bersama, dan beberapa teman waria lainnya yang berasal dari luar kota sedang bercerita-cerita dengan Bunda Shinta yakni Ketua Pesantren Waria Al-Fatah Yogyakarta.
Tidak lama kemudian, kami mulai mewawancarai bunda. Proses dan metode yang dilakukan pun hanyalah bercerita mengalir saja, tidak terpaku dengan beberapa pertanyaan yang sebelumnya telah disiapkan. Bunda Shinta menceritakan tentang dirinya yang sejak kecil, tepatnya SD sudah menemukan jati diri bahwa dia memang terlahir berbeda dengan yang lain. Ia sering dibully teman-teman di sekolah, namun karena saat itu ia memiliki kakak dan juga adik di sekolah yang sama dengan dirinya, seakan menjadi tameng dari bullying teman lain, ia juga menjadi salah satu murid yang cerdas dan sering menjadi perwakilan sekolah mengikuti lomba-lomba.
Sejak ia mengerti akan jati dirinya dan menyadari bahwa memang berbeda dengan teman lain dan berdampak pada tingkah laku, keluarga khususnya orangtua pun mempertanyakan secara serius akan diri dan keputusan yang dia ambil. Alhasil, ia bersyukur dengan tanggapan dari keluarga yang menerima dan mendukung dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Ia terlahir dari keluarga yang pedagang, pun DNA yang sama turun dalam dirinya. Jiwa berwirausaha sudah ia geluti sejak kecil, ketika SMA ia sering menitipkan jualan-jualan kecil dibeberapa toko di daerah Jogja.
Terkait Pondok Pesantren Waria Al-Fatah yang dulunya bertempat di Notoyudan, Kota Yogyakarta, pendirinya adalah Maryani sekaligus pemimpin Ponpes kala itu. Namun,pada tahun 2014 setelah Maryani meninggal dunia, Bunda Shinta pun mengambil alih menjadi pemimpin dan memindahkan Ponpes ke lokasi tempat tinggalnya di Banguntapan,Bantul,Yogyakarta. Beberapa kegiatan yang dilakukan di Ponpes bervariasi,seperti pelatihan-pelatihan kerajinan,microsoft,salon kecantikan,berwirausaha dan kegiatan lainnya. Di Ponpes juga sangat menekankan ilmu agama, tidak hanya agama Islam namun agama non-Islam pun ada dan diberikan ruang khusus untuk beribadah. Toleransi dan rasa kemanusiaan yang dimiliki amat terasa di sana.
Bunda merasa bersyukur dengan apa yang didapat Ponpes hingga saat ini. Proses yang dilalui, dari cibiran maupun penolakan masyarakat sudah dirasakan. Disatu sisi ia juga merasa bersyukur ada pihak-pihak lain yang mendukung dan menerima usaha Ponpes, seperti keterlibatan dan kerjasama jaringan, lembaga – lembaga lainnya, salah satunya SP Kinasih Yogyakarta. Ponpes juga pernah menerima beberapa kali kunjugan dari lembaga lain bahkan luar negeri. Mengenai prestasi daripada pesantren Al- Fatah dan Bunda Shinta sendiri, telah banyak diterima oleh mereka. Memang benar, manusia tidak bisa hidup sendiri, pun komunitas tidak bisa hidup sendiri, semuanya butuh manusia lain.
Pesantren juga sering dikunjungi mahasiswa/I yang ingin KKL, dan kebetulan pada waktu itu yang kami temui adalah mahasiswa UST. Akhir daripada wawancara, kami diajak untuk makan bersama dan berfoto, kemudian berpamitan dengan teman-teman waria lainnya.
No Comments