
28 Sep Membumikan Feminis Menjalin Gerakan Keadilan dan Perdamaian
Release media
Perjalanan perjuangan perempuan di Indonesia memiliki sejarah panjang dan kelam. Berbagai bentuk penindasan dialami perempuan dari masa ke masa. Sosok Bu Nunuk menjadi pejuang sekaligus saksi perjuangan perempuan Indonesia selama puluhan tahun.
“Perjuangan perempuan meraih kemerdekaan tidak mungkin dikerjakan oleh kelompoknya sendiri. Sudah sejak lama, kaum perempuan di seluruh dunia melakukan perjuangannya dengan berjejaring. Namun kali ini saya tidak akan berlarut-larut bicara tentang perempuan sebagai korban, walaupun akhir-akhir ini kita banyak mendengar kesaksian perempuan korban kekerasan yang sudah berani bersuara. Kali ini saya ingin mengajak kita semua menyadari dan merenungkan potensi perempuan dari sisi perannya sebagai pemelihara kehidupan beserta lingkungannya serta kekuatan perempuan mewujudkan keadilan dan perdamaian”. kata Bu Nunuk.
Pengalaman hidup perempuan memang sering dikesampingkan, tidak dianggap sebagai pengetahuan, apalagi bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan oleh pemerintah. Feminisme
hadir menghargai setiap pengalaman perempuan sebagai pengetahuan. Menjadikannya sebagai pertimbangan membuat kebijakan.
Perjuangan belum berakhir, ketidakadilan masih terjadi kepada perempuan di abad 20 an. Ada perempuan dan anak yang tersakiti batin dan fisiknya saat kepolisian melakukan perampasan tanah di Desa Wadas, ada anak perempuan depresi dipaksa Gurunya menggunakan jilbab di sekolah, ada santri yang dilecehkan oleh ustad di pesantren, dan negara yang tak acuh melindungi perempuan dengan menunda berbagai aturan perlindungan terhadap hak-hak perempuan.
“Budaya patriarki dalam prosesnya melahirkan paham dominasi, karena pandangan laki-laki (maskulin) saja yang dianggap sebagai kebenaran. Konstruksi sosial budaya yang digunakan membuat norma kehidupan dilatar belakangi pandangan maskulin saja. Perempuan didefinisikan dari sudut pandang laki-laki. Perempuan diposisikan inferior, subordinat terhadap laki-laki, terjadilah relasi timpang berbasis kuasa” tambah Ibu Nunuk.
Membumikan feminis bukan bermaksud melawan laki-laki, yang dilawan feminis adalah sistem patriarki, sistem kuasa yang merugikan laki-laki maupun perempuan. Berabad-abad laki-laki harus menanggung beban atas maskulinitas yang dibentuk dalam patriarki, lelah yang panjang untuk laki-laki namun sukar untuk berkeluh kesah.
Peperangan yang terjadi di Ukraina, Irak tak lepas dari perebutan kekuasaan oleh kepemimpinan laki-laki, banyak suami yang harus berkorban meninggalkan anak-istri, istri menanggung beban sebagai ibu tunggal karena suami yang meninggal di medan perang.
Saatnya untuk kita menjalin gerakan keadilan untuk semua, dan menciptakan perdamaian. Solidaritas Perempuan Kinasih menyelenggarakan Feminist Stage 2022, Pidato Kebudayaan Agustina Prasetyo Murniati sebagai pendiri Solidaritas Perempuan Kinasih. Akan bercerita tentang perjalanan hidupnya sebagai Aktivis perempuan, Teolog Feminis dan Konselor perspektif Feminis.
Release by Solidaritas Perempuan Kinasih
Narahubung : 081393049843
No Comments