PERJUANGAN PEREMPUAN DALAM MERAWAT ALAM: GERAKAN EKOFEMINIS WADON WADAS

PERJUANGAN PEREMPUAN DALAM MERAWAT ALAM: GERAKAN EKOFEMINIS WADON WADAS

Penulis: Ari Surida

Tanah adalah daging, air adalah darah, dan batu adalah tulang; begitulah ungkapan Wadon Wadas yang menggambarkan keterkaitan antara perempuan dan alam. Dalam konteks ini mengandung makna implisit bahwa ketika melakukan perusakan terhadap alam berarti juga melakukan perusakan terhadap perempuan.

Sebagai seorang perempuan, saya begitu paham bagaimana kebutuhan perempuan terhadap kelestarian alam untuk keberlanjutan hidup. Ketika laki-laki hanya membutuhkan air saja, sedangkan perempuan membutuhkan air bersih. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki organ reproduksi yang istimewa. Ketika perempuan mengalami menstruasi, maka yang dibutuhkan perempuan adalah air bersih untuk menjaga kesehatan organ reproduksi yang mereka miliki. Begitulah kiranya salah satu alasan Wadon Wadas yang saat ini sedang memperjuangkan kelestarian alam mereka. 

Wadon Wadas merupakan perkumpulan perempuan Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Perkumpulan ini dibentuk dengan tujuan untuk perempuan ikut serta secara masif dalam menjaga kelestarian alam dari ancaman rencana pertambangan quarry untuk material Bendungan Bener. Mereka sangat sadar bahwa rencana pertambangan akan merusak alam Desa Wadas yang telah memberikan penghidupan dan kehidupan bagi mereka dari generasi ke generasi. 

Pertambangan quarry atau batuan andesit di Desa Wadas berpotensi membuat perempuan tergusur dan terancam, tercerabut dari tanahnya, lahan garapan, serta hilangnya mata pencaharian, terutama perempuan yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan sebagian besar perempuan wadas menggantungkan hidupnya pada alam untuk bertani.

Lahan yang masuk ke dalam izin tambang di dalamnya termasuk lahan-lahan produktif yang selama ini di kelola masyarakat terutama perempuan dengan menanaminya dengan gula aren, kelapa, kakao, cengkeh, kopi, durian, dan tanaman palawija untuk kebutuhan pangan keluarga. Para perempuan juga membuat besek dari bambu yang banyak di hutan-hutan mereka. 

Selain itu, pertambangan juga akan berakibat pada rusaknya bentang alam dan berdampak pada kesehatan perempuan. Berdasarkan Pasal 42 Huruf c Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo Tahun 2011-2031 disebutkan bahwa Kecamatan Bener merupakan kawasan lindung (salah satu kawasan rawan bencana).

Selain longsor dan kehilangan sumber kehidupan, penambangan batuan andesit juga akan menyebabkan 28 sumber mata air mereka mengalami kekeringan, karena hutan-hutan sebagai daerah tangkapan air akan menjadi rusak. Tentu saja hal ini akan berdampak lagi terhadap kehidupan perempuan, terutama dalam pemenuhan kebutuhan air bersih. Air adalah kebutuhan dasar dalam rumah tangga yang berpengaruh terhadap kesehatan perempuan, terutama kesehatan reproduksi.

Perjuangan Wadon Wadas merupakan Gerakan Ekofeminis

Suatu pelajaran penting dari Vandana Shiva, seorang ekofeminis. Ia mengatakan bahwa manusia harus menggunakan alam hanya sebatas kebutuhannya dan tidak untuk dikuasai oleh kepentingan sendiri. Ini mengingatkan pada perjuangan Wadon Wadas yang masih berjuang atas kelestarian alam desa mereka. 

Ekofeminisme pada hakikatnya lahir dengan gagasan utama yaitu kondisi di mana bumi yang digambarkan sebagai tokoh atau figur “ibu” yang telah dieksploitasi dan dirusak oleh sistem atau pihak serakah yang berkuasa, hal ini mengandung makna bahwa perusakan alam berarti juga perusakan terhadap perempuan. Gagasan ini lahir sebagai bentuk jawaban dari kebutuhan dasar untuk menyelamatkan bumi dengan berdasarkan kekhasan kalangan perempuan yang selama ini dianggap kompeten atau mampu mengelola lingkungan hidup dan seisinya yang menjadi sumber penghidupan.

Wadon Wadas memiliki koneksi khusus dengan lingkungan dan alam mereka melalui interaksi sehari-hari mereka. Ngatinah seorang Wadon Wadas mengatakan, “Saya menolak rencana pertambangan ini karena saya sadar bahwa pertambangan akan merusak lingkungan yang tidak hanya merugikan perempuan, akan tetapi juga merugikan makhluk hidup yang ada di tanah”.

Menghadapi Keberingasan Aparat Keamanan 

Sampai hari ini, Wadon Wadas masih konsisten menjaga dan merawat alam mereka yang sangat lestari, walaupun mereka berkali-kali harus berhadapan dengan tindakan represivitas aparat keamanan negara yang terus berupaya untuk memperlemah perjuangan mereka. Akan tetapi, tindakan represivitas yang dilakukan berkali-kali itu tidak pernah berhasil mengubah sikap perempuan Wadas untuk tetap konsisten menjaga dan merawat alam mereka yang sangat lestari. 

Walaupun demikian, tindakan represivitas yang berulang kali dilakukan oleh aparat keamanan terhadap warga Wadas telah membekas di hati dan pikiran Wadon Wadas. Kekerasan fisik dan psikis yang terus dilancarkan untuk memperlemah perjuangan perempuan Wadas menggambarkan bahwa hari ini negara tidak mampu memberikan hak dasar warga negaranya yaitu rasa aman, nyaman, dan tentram yang tertuang dalam konsitusi negara ini, yaitu UUD 1945. 

Puncak dari tindakan represif yang dilakukan aparat keamanan hampir setiap hari dilakukan semenjak Desa Wadas ditetapkan menjadi lokasi pertambangan quarry untuk material Bendungan Bener. Tindakan represif pada tanggal 23 April 2021 dan 8 Februari 2022 itu banyak mengundang perhatian publik. Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) merilis hasil investigasi pada kejadian 8 Februari 2022, bahwa adanya penggunaan kekuatan secara berlebihan oleh aparat kepolisian Polda Jateng terhadap warga Wadas.

Mirisnya, tindakan represif yang dilakukan oleh negara sampai hari ini masih terjadi. Hal ini guna memperlemah perjuangan Wadon Wadas. Ngatinah seorang Wadon Wadas mengatakan pada kejadian tanggal 23 April tersebut, “Saya dipukul dan diseret dari lokasi kejadian menuju mobil polisi untuk diangkut, sampai saya tak sadar sandal saya hilang satu dan entah di mana”. 

Dengan banyaknya konsekuensi yang harus dialami oleh Wadon Wadas dalam perjuangannya, selain mereka sadar bahwa rencana pertambangan akan merusak alam, mereka yang menjadi sumber penghidupan dan kehidupan mereka. Dalam hal ini mereka juga menyadari bahwa perjuangan yang mereka lakukan saat ini adalah perjuangan ketakwaan/ takwa kepada Allah SWT. Dengan salah satu landasannya adalah QS. Al-Baqarah ayat 205 yang memiliki arti: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Tulisan ini pernah dipublis di https://gusdurian.net/perjuangan-perempuan-dalam-merawat-alam-gerakan-ekofeminis-wadon-wadas/

No Comments

Post A Comment

Mulai Percakapan
Layanan Support
Selamat datang di website Solidaritas Perempuan Kinasih Yogyakarta!
Apa yang bisa kami bantu?