25 May Gempadewa Keberatan Musyawarah hanya Bicarakan Ganti Rugi
Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) menyerahkan surat keberatan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo yang akan mengadakan musyawarah penetapan bentuk ganti rugi dan penyampaian besarnya nilai ganti kerugian pengadaan tanah untuk lokasi tambang batu andesit di Balai Desa Wadas, Rabu (24/5). Mereka minta musyawarah ini dijadwalkan ulang karena musyawarah hanya membicarakan besaran ganti rugi dan tidak membahas beberapa tuntutan warga yang disepakati oleh pemerintah dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya.
“Warga minta agar tuntutan kami seperti penetapan jarak aman penambangan, jaminan ekonomi, dan jaminan keselamatan juga dibicarakan dalam musyawarah itu,” ujar Talabudin.
Talabudin dan belasan anggota Gempadewa datang ke Balai Desa untuk menyerahkan surat keberatan itu. Semula mereka ingin menyerahkan surat itu kepada aparat dari Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo yang berada di dalam gedung balai desa.
Tetapi petugas mengatakan anggota Gempadewa harus tanda tangan kehadiran dahulu jika ingin masuk ke balai desa. Talabudin dan anggota Gempadewa lainnya menolak tanda tangan, khawatir tanda tangan mereka akan dimanipulasi.
“Akhirnya kami menyerahkan lewat petugas keamanan yang menjaga,” kata Talabudin.
Pengabaian beberapa tuntutan warga ini menjadi bukti pemerintah tidak memikirkan secara serius keselamatan warga yang masih tinggal di Wadas.
Perlu diingat, lokasi tambang berada di atas bukit dan dilakukan dengan metode peledakan. Sedangkan warga Wadas tinggal di punggungan dan kaki bukit. Bisa dibayangkan material hasil peledakan bisa menimpa rumah-rumah milik warga jika batas aman tidak ditetapkan.
Padahal aktivitas penambangan batu andesit yang akan digunakan sebagai material pembangunan Waduk Bener itu sudah membawa bencana bagi warga Wadas. Beberapa bulan lalu pembukaan akses jalan menuju lokasi tambang di Desa Wadas sudah menyebabkan banjir bandang dan menggenangi beberapa rumah penduduk.
“Kami ingin persoalan seperti penetapan batas aman juga dibicarakan dalam forum musyawarah penetapan ganti rugi,” tambah Talabudin.
Gempadewa juga minta persoalan bidang-bidang tanah yang muncul setelah proses inventarisasi dan identifikasi yang dilakukan 11 hingga 13 Mei lalu juga dibicarakan. “Ternyata ada tanah milik warga yang hilang seluruhnya dan ada yang sebagian hilang. Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Talabudin.
Selain itu banyak persoalan administrasi yang harus diselesaikan dahulu sebelum bicara soal bentuk dan besaran ganti rugi. Talabudin menyebutkan soal resume penilaian tanah warga banyak yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
“Kami minta pemerintah menghargai warga Wadas dan tidak hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan perampasan tanah milik warga Wadas. Jangan karena sedang mencalonkan diri sebagai presiden sehingga dianggap bisa membereskan soal tambang di Wadas yang izin penambangan lingkungannya akan habis pada 7 Juni 2023 lalu warga Gempadewa menjadi korban kesewenangan,” pungkasnya.
Hingga saat ini masih ada warga Wadas yang menolak menyerahkan tanahnya untuk tambang batu andesit. Mereka ingin mempertahankan kelestarian lingkungan dan mempertahankan kehidupan mereka sebagai petani.
Kasus perampasan tanah di Wadas ini menjadi catatan “hitam” bagi Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo karena ia adalah aktor yang mengeluarkan Izin Penatapan Lingkungan (IPL) tambang andesit di Wadas. Saat ini Ganjar sedang mencoba peruntungan mencalonkan diri menjadi presiden dalam pemilu 2024.
Kasus di Wadas dan juga di Kendeng adalah salah satu bukti bahwa Ganjar Pranowo adalah pemimpin yang tidak berpihak kepada rakyat atau wong cilik. Ia hanya melindungi kepentingan-kepentingan bisnis besar yang berpotensi merugikan rakyat/petani kecil dan merusak lingkungan.
No Comments