Hukum Rimba Politik Indonesia: Siapa yang Kuat Dia Pemenang, Siapa yang Berduit Dia Pemenangnya

Hukum Rimba Politik Indonesia: Siapa yang Kuat Dia Pemenang, Siapa yang Berduit Dia Pemenangnya

Dalam diskusi publik yang diinisiasi oleh beberapa lembaga yang tergabung dalam Perempuan Bergerak, seperti SP Kinasih, LKiS, Yasanti dan lainnya pada minggu, (18/02) Bivitri Susanti, pakar Hukum Tata Negara memaparkan kondisi politik di Indonesia hari ini sudah tidak sehat. Masih terlihat dari pendidikan politik belum mencapai elemen bawah masyarakat. Masih banyak orang yang menganggap Film dokumenter Dirty Vote hanya sebagai alat untuk menjatuhkan pasangan calon tertentu dan kepentingan elektoral.

Pasca seminggu penayangannya film ini telah ditonton sebanyak 9,5 juta putaran melalui akun youtube Dirty Vote.  Mirisnya ada sebagian yang menganggap bahwa isi film terbut fitnah –jika ditelusuri semua data yang ditayangkan terbuka dan dapat diakses melalui internet, sebagian lain menilai kuota internet lebih baik digunakan untuk bermain game atau scroll media sosial daripada menonton Dirty Vote.

Menurut Bivitri, fenomena diatas bukan tanpa sebab. Sejak dulu, masa orde baru, masyarakat hanya diajarkan berpolitik melalui pemilu. Padahal pengertian politik adalah memperjuangkan gagasan dan kehidupan rakyat setiap harinya oleh siapa pun tanpa memandang jabatan, gelar bahkan gendernya. Forum seperti Cik Di Tiro, Bulaksumur, Gejayan Memanggil, menulis opini, mengkritik melalui media sosial atau lainya juga bagian dari politik.

“Pola pendidikan di masa orde baru masih terpelihara sampai sekarang. Bagaimana masyarakat dididik untuk menitipkan nasib mereka kepada politisi,” katanya.

Pendidikan yang seharusnya menjadi landasan dan sarana bagi masyarakat untuk mendapat pendidikan politik. Justru hal yang diajarkan di beragam institusi pendidikan hanya ada pelajaran teknis soal politik. Seperti jenis lembaga pemerintahan, pengertian pemilu, nama-nama menteri dan partai politik. Masyarakat tidak diajarkan terkait politik dan hubungannya dengan kehidupan sehari-hari.

“Pendidikan politik di Indonesia belum dapat diolah” ujar salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSKH).

Pendidikan dari partai politik (parpol), terang Bivitri, belum sampai pada tingkatan bawah masyarakat. terlihat dari cara berkampanye hanya menggiring warga ke TPS, memasangkan banner tanpa adanya visi misi, dan membagi-bagikan bansos. Masyarakat seakan tidak diajak untuk berdialog, justru hanya seolah diobjektifikasi hanya untuk meraih suara. Hal inilah yang kemudian menimbulkan pandangan bahwa politik hanya milik kaum elit.

Pendidikan politik bukan hanya lewat partai, apalagi cuman pemilu yang itu lebih bersifat pada partisipasi masyarakat.  “Jadikan setiap hari adalah hari politik, hari perjuangan,” ujarnya.

Melalui Dirty Vote sesunguhnya masyarakat dapat belajar politik. Film yang dirilis  pada masa tenang pemilu, tepatnya pada 11 februari 2024, dapat dijadikan pendidikan politik agar masyarakat paham akan undang-undang dengan realita yang ada, selain sebagai refleksi atas sistem politik yang ada di Indonesia.

Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Jantera itu menuturkan iklim politik yang tidak sehat mempengaruhi pendidikan politik yang ada di Indoensia.  Iklim politik yang eksklusif dan terbatas membuat masyarakat menjadi pasif. Pada tataran pemerintahan pusat yang mengatur seluruh kehidupan masyarakat teriisi hanya untuk para oligarki, para pemodal, para elit pejabat. Hal yang kemudian terjadi adalah hukum rimba perpolitikan di Indonesia. Siapa yang kuat dialah pemenang, siapa yang berduit dialah pemenang.

Apa yang harus dilakukan?  “Kita harus tetap bergerak. Bergerak berdasarkan gagasan bukan orangnya atau tokohnya. Karena tokoh dapat terganti, tapi gagasan akan tetap utuh,” papar Bivitri.

Jangan sampai sebagai masyarakat hanya dijadikan objek dan tidak menjadi subjek aktif dalam politik di Indonesia. itupun jika didengar karena realita di lapangan menunjukkan bahwa semkain banyak tindakan pembungkaman, pelaporan, ancaman, intimidasi bagi siapapun yang bersuara.

Reporter: Maria Al-Zahra

No Comments

Post A Comment

Mulai Percakapan
Layanan Support
Selamat datang di website Solidaritas Perempuan Kinasih Yogyakarta!
Apa yang bisa kami bantu?