Kemah Feminis Suarakan Lawan Patriarki, Stop Kerusakan Alam dan Ketidakadilan Bagi Perempuan

Kemah Feminis Suarakan Lawan Patriarki, Stop Kerusakan Alam dan Ketidakadilan Bagi Perempuan

Nanik Rahmawati

Budaya patriarki dan kerusakan lingkungan yang  terjadi berkaitan erat dengan nasib perempuan. Kebakaran hutan, pertambangan dan eksplorasi energi yang masif  telah mengancam kelangsungan ruang hidup perempuan. Karena, mereka kehilangan sumber mata pencaharian. Perempuan juga tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, dimarginalisasi, subordinasi. Hal ini kemudian menimbulkan ketidakadilan gender.

Melihat realitas ini Solidaritas Perempuan Kinasih Yogyakarta menyelenggarakan Kelas Literasi Feminis yang dikemas dalam bentuk Feminis Camp pada Jum’at sampai dengan Minggu, 10-12 Mei 2024. Kegiatan yang ditujukan anak muda ini bertempat di Wadas, Giripurwo Kulon Progo. Diikuti oleh mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta, Komunitas muda Wadas Purworejo, komunitas muda Kulon Progo.

Sana Ulaili, Ketua SP Kinasih  memaparkan feminisme adalah proses membangun kesempurnaan hidup dengan mengolah ketidakadilan yang dialami. Situasi yang didominasi ketidakadilan ini telah mengendap menjadi seperti residu. Dan feminisme memiliki persfektif untuk mengelola endapan residu tersebut.

“Dalam proses meniti kehidupan ini, kita akan mengenali banyak gerakan untuk bersama–sama keluar dari residu patriarki,” jelas Sana.

Feminisme tidak berhenti hanya menempatkan ideologi secara personal, tapi meningkat menjadi gerakan yang bersifat kolektif defender. Artinya bersama-sama melawan karena tidak ingin orang-orang di sekitar mengalami situasi ketertindasan. “Di antara kita yang sudah bisa survive dengan situasi ketidakadilan, naik lagi untuk melawan agar orang lain tidak mengalami hal serupa, bertingkat lagi menjadi kolektif defender,”tambah Sana.

Istiatun selaku mentor memaparkan kegiatan di hari pertama, setiap peserta diminta menggambar diri dan menceritakannya. Setiap peserta memiliki lingkungan yang berbeda-beda dalam bertumbuh, kemudian mengamati pengalaman ketidakadilan yang pernah dialami.

Ketidakadilan yang diterima perempuan dimulai sejak masih kecil mulai dari lingkungan keluarga. Perempuan tidak boleh keluar rumah sendirian dan menempatkan domestik sebagai ruang perempuan. Lingkungan pendidikan, institusi agama, budaya dan kebijakan yang tidak berperspektif perempuan “Contoh dulu jilbab tidak boleh dipakai ketika sekolah negeri, tapi sekarang sekolah negeri mewajibkan pakai jilbab bahkan sudah sepaket, seharusnya kan kalau negeri plural,” jelas Isti.

Para peserta bisa saling bertukar pengalaman dan pengetahuan selama kegiatan Kemah Feminis berlangsung. Ketidakadilan yang dialami individu bisa menjadi kesadaran bersama mendapatkan pemahaman feminis. Meskipun apa saja bisa dicari di internet, tetap proses belajar bersama tidak bisa digantikan dengan teknologi.

“Internet hanya memberikan tulisan-tulisan. Dengan bertemu, berkumpul dan berdiskusi kita berproses dan memunculkan kesadaran bersama,” imbunya.

Agna Niha Azzahra, peserta dari UIN Sunan Kalijaga memaparkan dirinya baru pertama kali mengikuti kegiatan feminis. Membahas seks dan seksual itu berbeda. Seks merupakan hal yang berhubungan dengan unsur biologis, sedangkan seksual lebih luas bisa melibatkan fisik atau non fisik yang menarik lawan jenis.

“Ini menjadi langkah awalku untuk terus mendalami issue perempuan, yang sering diminoritaskan,” ujar Agna.

Nawaf Syarif, peserta dari komunitas Wadas, Purworejo. Ia merupakan salah satu peserta laki-laki dalam Kemah Feminis ini. Hal ini menunjukkan bahwa Kemah Feminis bukan hanya untuk perempuan semata. Menjadi manusia dengan perspektif feminis adalah hal yang diperlukan untuk keadilan gender, kesetaraan hak dan keadilan bagi sesama.

 “Anak muda makin banyak yang memiliki kesadaran untuk peduli terhadap issue perempuan. Laki-laki yang masih awam tidak memandang sebelah mata lagi tentang gerakan perempuan,” pungkas Nawaf.

Nawaf menuturkan banyak pengetahuan dan pengalamannya yang bisa ia ambil dari mengikuti Kemah Feminis ini. Salah satunya tentang ekofeminis. Ternyata di daerahnya para perempuan telah menerapkan konsep ekofeminis. Terbukti dengan adanya perkumpulan bernama Wadon Wadas sebagai bentuk perlawanan akan ancaman perusakan lingkungan. Wadon Wadas menolak rencana pertambangan dari pemerintah. Mereka selama ini juga sudah turut menjaga kelestarian alam

“Ekofeminis di Wadas memperjuangkan ruang hidup perempuan, melestarikan apa yang sudah mereka jaga turun temurun dari nenek moyang,” ujar Nawaf.

Ia berharap ke depanya makin banyak gerakan–gerakan yang peduli terhadap masalah di akar rumput. Simpul–simpul feminis semakin menyebar di masyarakat. Makin banyak peserta laki-laki di Kemah Feminis selanjutnya

Konsep kegiatan feminis banyak melibatkan peserta untuk turut andil seperti menggambar bentuk tubuh. Diskusi kelompok, presentasi yang sifatnya dialogis. Selain itu, terdapat pentas seni kelompok, masing-masing mengekspresikan ide sesuai dengan kreativitas. Menariknya pentas seni tidak hanya sebagai hiburam tapi mereka mengemas issue sosial dalam sebuah karya. Seperti pentas pewayangan yang menceritakan bagaimana warga Wadas melawan peguasa untuk membatalkan rencana pertambangan yang akan merusak lingkungan Wadas dan sekitarnya.

No Comments

Post A Comment

Mulai Percakapan
Layanan Support
Selamat datang di website Solidaritas Perempuan Kinasih Yogyakarta!
Apa yang bisa kami bantu?