13 Jun Kemah Feminist SP Kinasih: Belajar Feminisme dari Pengalaman Pribadi
Maria Al-Zahra
Solidaritas Perempuan Kinasih mengadakan Kelas Literasi Feminis yang dikemas dalam bentuk kemah selama 3 hari pada 10-12 Maret 2024 di Desa Wadas, Kulonprogo, Yogyakarta. Kelas literasi ini tidak menggunakan metode penyampaian materi atau pembagian modul kepada peserta. Kelas ini justru menggunakan metode kesenian, tepatnya menggambar.
Sejak awal kedatangan peserta saling berkenalan melalui gambar yang dibuat. Masing-masing orang menggambar satu benda yang terlintas di kepalanya, kemudian menceritakan kepada satu teman lainnya yang sudah dipilih secara acak. Metode ini membuat peserta bisa saling mengenal secara lebih dalam, dibandingkan dengan berkenalan nama, pekerjaan atau tempat tinggalnya. Beberapa peserta ada yang menggambar matahari, pohon, tomat, jam dan lain sebagainya.
Setelah berkenalan antara dua orang, kemudian peserta dibagi menjadi 3 kelompok besar masing-masing terdiri dari 5 orang. Selepas istirahat peserta diberi penugasan untuk menggambar 3 benda yang memiliki cerita di dalamnya. Setelah menggambar kemudian diceritakan kepada kelompoknya masing-masing. Metode ini mempererat antara peserta satu dengan yang lainnya.
Salwa Aulia, salah satu peserta memaparkan dengan metode ini setiap peserta dapat menjadi subjek. Ada masanya saat diri sendiri bercerita dan ada masanya saat mendengarkan orang lain. “Biasanya kita itu menganggap orang lain hanya sebagai objek dan hanya diri kita yang menjadi subjek. Tapi, dari sini kita bisa menjadi subjek. Di dunia ini bukan hanya ‘aku’ saja yang banyak tugas dan kerjaan, ada juga orang lain yang sama-sama berjuang,” ujarnya.
Puncaknya saat peserta menggambarkan diri mereka sendiri. Gambar itu kemudian dihiasi dengan gambar-gambar kecil perjalanan sejak kecil hingga hari ini. Seperti gambar keluarga di rumah, teman sedari kecil sampai dewasa, kondisi lingkungan rumah yang kemudian secara tidak langsung membentuk diri hari ini.
Istiana, salah satu fasilitator menjelaskan gambar yang dibuat peserta tidak akan dinilai bagus-tidaknya. Gambar itu akan selalu memiliki nilai karena ada kisah di baliknya. “Dari cerita itu ada nilainya masing-masing, jika dishare kepada orang lain akan jadi satu ilmu pengetahuan baru. Cerita itu juga bisa bikin kia lebih berempati kepada sesama,” katanya.
Sana Ullaili, Ketua SP Kinasih memaparkan waktu yang dibutuhkan untuk menggambar diri dan kisah perjalannya memang lama. Hal ini dikarenakan peserta harus mengingat kembali peristiwa dan orang-orang yang pernah hadir selama hidup hingga hari ini. “Tentu bukan hal yang mudah, karena kisah itu pasti ada yang menyedihkan dan ada juga yang menyenangkan. Butuh perenungan juga bagi peserta makanya lama, biasanya memang sampai seharian,” jelasnya.
Sana juga menyampaikan bahwa metode pembelajaran feminist di SP tidak mengandalkan teori, melainkan dimulai dari pengalaman setiap individu. Pengalaman setiap orang memiliki cerita akan ketidakdilan seperti antara adik-kakak atau ketidakberimbangan tugas di rumah antara suadara perempuan dan laki-laki. Pengalaman-pengalaman itu harus disadari terlebih dahulu sebelum belajar feminis. “Bagaimana kita mau membawa isu feminis kalau kita tidak sadar jika sedang ditindas atau mengalami ketidakadilan. Pengalaman itu nantinya akan membuat kita berempati dan bergerak untuk orang lain, agar yang lain tidak mengalami hal yang sama,” paparnya.
Kemah kali ini diadakan di rumah salah satu ibu-ibu Petani Kharisma yaitu Bu Herny. Bertempat di desa yang rimbun akan pepohonan membuat kemah sangat menyenangkan bagi peserta. Pada saat menggambar diri, para peserta dibebaskan untuk mengerjakan dimanapun mereka inginkan. Bisa di teras rumah, di bangku depan, di rumah pohon atau di dalam ruangan. Dengan metode menggambar yang dipilih oleh fasilitator, tujuan diadakannya Kemah Feminis ini dapat tercapai. Dua di antaranya yaitu membangun keterampilan peserta dalam berfikir kritis dan membangun kesadaran perlawanan secara kolektif atas realitas ketidakadilan dengan perspektif feminis.
Walaupun lokasi kemah cukup jauh jika dihitung dari pusat kota, para peserta tetap antusias mengikuti kegiatan selama 3 hari. Peserta yang hadir mengikuti kemah feminis berjumlah 15 orang dengan berbagai latar belakang. Bu Herny selaku tuan rumah juga menyambut para peserta dengan ramah dan menyediakan makanan yang sehat langsung dari kebun sendiri. Asupan makanan yang terjamin dan suasana lingkungan yang sejuk membuat kemah terasa menyenangkan.
No Comments