Petani Karisma Serukan Budayakan Bertani Secara Organik pada Festival Perempuan Istimewa

Petani Karisma Serukan Budayakan Bertani Secara Organik pada Festival Perempuan Istimewa

Solidaritas Perempuan Kinasih menyelenggarakan Festival Perempuan Istimewa (FESPIS) pada 2024 dilaksanakan di Bale Klegung, Kalibawang, Kulonprogo. Festival ini diadakan untuk merayakan para perempuan petani yang telah berusaha merawat Ibu Bumi Pertiwi. 

Di hari pertama festival pada Sabtu (14/09) Petani Karisma menampilkan beragam hasil pertanian kepada para tamu yang datang. Hasil pertanian mereka sangat beragam. Mulai dari bahan mentah seperti singkong, pisang, pepaya dan jagung, sampai pada berbagai olahan makanan  seperti lemet, jamu, sengkulun, getuk, dodol, talap singkong lumer dan lain nya. 

Hasil pertanian itu tidak hanya ditampilkan saja, melainkan juga dibagikan pada para tamu yang datang. Setiap orang bisa mendapat 4-6 lebih olahan hasil pertanian. Peserta mencicipi makanan dengan iringan musik, sembari mendengarkan petani Karisma menjelaskan sumber olahan pertanian mereka.

Eka, salah satu petani Karisma, menjelaskan semua yang disajikan bisa dipastikan tidak berbahaya bagi tubuh. Semua tanaman yang ditanam tidak menggunakan pupuk kimia. Demi menjaga kesehatan dan keberlangsungan alam, para petani Karisma menggunakan cara bertani organik dan lestari. 

“Banyak petani di Kulonprogo sudah terpapar pupuk kimia. Jadi ini usaha kami untuk melestarikan bumi dan merawat Ibu Bumi,” tuturnya. 

Kelompok perempuan petani Karisma sudah berdiri sejak 2006 dan konsisten untuk menyebarluaskan cara bertani yang lestari. Mulai dari pengolahan lahan, pemberian pupuk sampai pembasmian hama. Pastinya bukan hal yang mudah untuk mengajak petani beralih dari kimia menjadi organik.

“Sekarang ini kebiasaan para petani udah mau yang instan, salah satunya dari pupuk kimia itu. Memang cepat gitu ya tapi hasilnya kalau pakai yang kimia tanah jadi tandus. Di daerah saya itu ditanam cengkeh dan tanahnya banyak yang kering,” cerita Eka.

Selaras dengan yang dikatakan Eka, mayoritas masyarakat memang terpapar candu pupuk kimia. Hal ini bukan tanpa sebab, bantuan subsidi pupuk yang diberikan pemerintah adalah pupuk kimia. Menurut data Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) sepanjang tahun 2017-2022 penggunaan pupuk di Indonesia mencapai 10-11 juta ton pertahun. 

Data yang sama juga didapat dari Kementerian Pertanian. Pemberian pupuk kimia selalu lebih banyak daripada pupuk organik. Tahun 2020 pupuk jenis urea subsidi sampai 3,27 ton. Sedangkan untuk pupuk organik hanya 720.000 ton.  Pada 2021, alokasi pupuk bersubsidi juga didominasi oleh pupuk kimia, yaitu pupuk urea sebanyak 39,5% dan pupuk NPK sebanyak 25,3%. 

Jika ditelusuri lebih jauh, pertanian di Indonesia mulai berubah sejak adanya 

modernisasi pertanian. Salah satunya dengan kebijakan revolusi hijau pada masa orde baru. Petani ditekan untuk terus meningkatkan produksi hasil tani. Akibatnya Ibu Bumi Pertiwi dalam keadaan memprihatinkan.

Ari Surida, salah satu anggota SP Kinasih, menjelaskan kebijakan revolusi hijau untuk mempercepat hasil dari produk pertanian dan membuat Indonesia menjadi swasembada pangan. Caranya, pemerintah memaksa para petani menanam bibit ‘unggul’. Tentu saja hal ini mengakibatkan hilangnya bibit lokal. 

“Dalam buku Sarinah yang ditulis Soekarno ditulis bahwa pola pertanian ditemukan oleh perempuan. Pola perempuan mengolah pertanian yaitu tidak eksploitatif,” kata Ari.

Ari memaparkan pertanian yang tidak eksploitatif adalah pertanian yang tidak serakah. Pertanian yang memberikan waktu bagi tanah untuk beristirahat. Maka dalam perhitungan masa Bertani oleh petani Karisma diantara bulan Juli-Agustus tanah harus diistirahatkan.  “Karisma juga mikirin mikro organisme yang ada didalam tanah dan hewan-hewan lainnya, makanya mereka pakai pupuk organic bukan kimia,” sambungnya. 

Bagi perempuan petani Karisma, segala hal yang mereka lakukan dalam pertanian organik adalah untuk gerakan Revolusi Meja Makan. Gerakan yang dekat dengan perempuan karena perempuan memiliki peran sentral dalam rumah. Maka, apa yang tersaji di meja makan seharusnya makanan yang dapat dipastikan kesehatannya. Perempuan sebagai sentral dalam rumah, paham dari mana sebutir nasi itu berasal. 

Reporter: Maria Al-Zahra

No Comments

Post A Comment

Mulai Percakapan
Layanan Support
Selamat datang di website Solidaritas Perempuan Kinasih Yogyakarta!
Apa yang bisa kami bantu?