Filosofi Wiwitan dalam Pembukaan Festival Perempuan Istimewa

Filosofi Wiwitan dalam Pembukaan Festival Perempuan Istimewa

Hidup Petani!

Hidup Perempuan!

Dalam rangka menyambut Hari Tani Nasional SP Kinasih Yogyakarta bekerja sama dengan Kelompok Tani Karya Lestari Mandiri (Karisma) Kulon Progo mengadakan Festival Perempuan Istimewa. Acara ini dilaksanakan mulai tanggal 14–18 September 2024 bertempat di Balai Klegung, Kalibawang, Kulon Progo. Prosesi Wiwitan menjadi simbol bahwa festival telah dibuka.

Herni Saraswati selaku Pembina Kelompok Tani Karisma memaparkan prosesi Wiwitan sebagai pembuka acara Festival Perempuan Istimewa. Tradisi wiwitan bagi para petani sebagai bentuk rasa syukur atas panen yang sudah diterima. Wiwit artinya memulai, yaitu memulai mengambil benih untuk menciptakan kehidupan dan kelangsungan hidup.

“Ada tokoh yang mengatakan barang siapa yang menguasai benih maka ia menguasai kehidupan,” ujar Herni.

Dalam rangkaian wiwitan terdapat olahan lokal yang memiliki filosofi. Tumpeng diartikan tumengo ing pangeran artinya agar senatiasa ingat kepada Yang Maha Kuasa dan berterima kasih atas kenikmatannya. Kemudian ada ingkung diartikan sebagai pengorbanan, adanya suatu acara solidaritas atau kebersamaan perlu mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran.

“Hari ini cukup cerah kita mengawali kegiatan ini dengan gembira, senyum suka cita agar dapat menghasilkan sesuatu yang berguna,” tambahnya.

Kristin, anggota Kelompok Tani Karisma menuturkan mengapa ingkung kaki ayamnya selalu ditekuk tidak pernah dibentuk yang lain. Hal ini melambangkan manusia senatiasa sembah sujud kepada Tuhan. Sambal geplak yang terbuat dari kacang kedelai mengandung makna bahwa manusia dalam kehidupannya tidak lepas dari palawija atau kacang-kacangan.

“ Ingkung sebagai wujud rasa syukur kita manusia telah diberikan kehidupan yang sempurna,” ujar Kristin.

Tutik  Krisnawati anggota Kelompok Tani Karisma menjelaskan bagian puncak tumpeng terdapat cabai merah, bawang merah dan terasi yang disusun berurutan. Cabai merah posisinya menjulang ke atas ini menunjukkan kepada yang kuasa. Cabai berikutnya posisinya menyamping memiliki arti dalam menjalin hubungan tidak hanya dengan manusia tetapi juga alam. Bumbu-bumbu melambangkan kenikmatan ada banyak macam di dunia.

“Jadi yang kita hayati tidak hanya manusia tapi juga alam semesta,” ujar Tutik.

Wahyu Aji selaku ketua penyelenggara menuturkan selain menyambut Hari Tani Nasional juga sebagai perayaan atas perjuangan para petani Karisma yang terus mempertahankan pertanian lestarinya. Langkah ini sebagai bentuk melawan ketidakadilan kolonialisme kimiawi yang semakin merajalela di negeri.

“Hingga saat ini ibu-ibu Karisma masih terus mempertahankan sistem pertanian lestari,” ujar Aji

Sana Ulaili Ketua Badan Eksekuif  SP Kinasih Yogyakarta menuturkan acara ini menjadi ruang apresiasi penghargaan bagi para perempuan petani istimewa. Mereka para petani yang berkomitmen menjaga bumi lestari supaya iklim tidak semakin genting. Mereka sudah bersusah payah untuk lepas dari kecanduan pupuk kimia.

“Mengundang semua petani untuk saling belajar,bertukar pengalaman dan saling mengingatkan untuk bisa komitmen lepas dari pupuk kimia,” ujar Sana.

Armayanti, Ketua Sekretariat Nasional (Seknas) SP menuturkan bahwa festival ini bukan hanya (menunjukkan) bagaimana mempertahankan pangan lokal, tapi juga sebuah perlawanan terhadap mekanisme pertanian yang meminggirkan pengetahuan dan pengalaman lokal perempuan. Sehingga penting untuk saling belajar dan menyatukan kekuatan.

“Yang kita lakukan hari ini bukan untuk besok atau lusa melainkan untuk generasi anak dan cucu kita yang akan datang,” ujar Armayanti.

Reporter: Nanik Rahmawati

No Comments

Post A Comment

Mulai Percakapan
Layanan Support
Selamat datang di website Solidaritas Perempuan Kinasih Yogyakarta!
Apa yang bisa kami bantu?